MAKALAH
Sumbangan/ infak Dalam QS. Al-Baqarah ayat 261
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Tafsir Ayat Ekonomi
DosenPengampu
: Eef Saefulloh M.Ag
Disusun
Oleh:
1. Amaliyanah
2. Atika Sari
3. Dedi Junaedi
Kelompok
9
MEPI
II/SMT 3
Fakultas
Syari’ah
Muamalah
Ekonomi Perbankan Islam
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
JalanPerjuanganBy
Pass Sunyaragi Cirebon - Jawa Barat 45132
BAB I
PENDAHULUAN
A. Urgensi
materi
Al-Quran
adalah kitab suci umat Islam yang merupakan firman-firman Allah (kalam Allah)
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Di antara tujuan utama diturunkannya
adalah untuk menjadi pedoman dalam menata kehidupan mereka agar memperoleh
ke-bahagiaan di dunia dan di akhirat.
Guna
terwujudnya maksud itu, Al-Quran memuat berbagai petunjuk, keterangan, uraian,
prinsip, hukum, nilai, perumpamaan dan konsep.Hal itu, terkadang di
ungkapkannya dalam bentuk global atau detail, tersurat dan tersirat. Selain itu, Al-Quran sendiri menamakan
dirinya sebagai hudan (petunjuk)[1] bagi manusia pada umumnya dan bagi orang bertakwa pada
khususnya. Dalam upaya menggali dan memahami petunjuk tersebut diperlukan upaya
maksimal sehingga kita dapat menyingkap makna-makna yang dikandungnya.
Salah satu konsep penting yang perlu mendapat perhatian
serius dewasa ini sehubungan dengan krisis yang menerpa bangsa Indonesia di
segala lini kehidupan, termasuk masalah
ekonomi adalah masalah membelanjakan harta dengan tujuan mendapat ridha Allah
atau dengan kata lain memberikan harta tanpa konpensasi apapun yang ada dalam
bahasa Al-Quran dinamakan infak (إنفاق)
Lewat
kitab suci Al-Quran Allah swt .memerintahkan hamba-hambanya supaya senantiasa
peduli terhadap sesamanya. Bentuk kepedulian ini dapat diwujudkan dengan
melakukan infak dengan membelanjakan sebagian harta yang dilimpahkan-Nya kepada
para fakir, miskin, orang-orang yang sangat memerlukannya dan untuk kebaikan
dan kemanfaatan orang banyak.
Infak
atau belanja yang dikeluarkan seorang hamba dengan tujuan mencari ridha Allah
swt.semata pasti akan memperoleh balasan yang berlipat ganda. Allah
swt.akan membalasnya dengan caranya sendiri, baik disadari oleh hambanya itu,
ataukah dengan tidak
disadarinya. Semua ini menunjukkan bahwa rezeki yang dibelanjakan
di jalan Allah akan dikembalikan, bahkan digantikan olehnya dengan yang
lebih baik dan berlipat ganda. Dalam menafkahkan sebagian rezeki yang telah
dianugrahkan oleh Allah swt.kepada hamba-hambaNya hendaklah memilih yang
baik-baik dan bermanfaat.
Seperti
diketahui, persoalan infak memang dibahas secara sistematis dalam kitab-kitab
Fiqh Islam, namun Al-Quran
sendiri mempunyai perhatian khusus terhadap masalah ini, yang dijelaskan dalam
sejumlah ayat-ayatnya sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia, sudah tentu
penjelasan Alquran tentang infak harus dipahami dan selanjutnya diamalkan guna
mencapai tingkat dan kualitas manusia yang mendapat ridha Allah SWT.
Untuk
maksud tersebut di atas, kajian tafsir Al-Quran
mutlak dibutuhkan, sehingga maksud Allah swt.yang terdapat di dalam perintah
infak yang telah ditetapkan bagi hamba-hambaNya dapat diketahui.
Di
samping itu, hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang dikandung oleh Al-Quran tentang infak akan dapat dipahami secara
jelas. Dengan pemahaman ini, seseorang dapat merasakan bahwa Al-Quran memuat konsep-konsep ajaran yang
berhubungan erat dengan sistem politik, sosial dan perilaku moral.
Kata
infak berasal dari bahasa Arab. Kata ini merupakan bentuk masdar
dari anfaqa, yanfiqu, infâqan. Secara leksikal,
kata ini berakar kata dari huruf-huruf nun, fa dan qaf
yang berarti terputusnya sesuatu dan hilangnya sesuatu.[2] Selain itu kata tersebut mempunyai makna
habis atau mati. Dikatakan demikian, karena sesuatu yang diinfakkan (didermakan
atau dikeluarkan) kepada orang lain akan habis atau hilang dengan terputus dari
kepemilikannya. Atau dengan kata lain, sesuatu tersebut pindah
ke tangan orang lain atau menjadi milik orang lain.
Kata
infak ini, merupakan suatu istilah yang telah tersosialisasi dalam masyarakat
Indonesia yang sering diartikan dengan pemberian
sumbangan harta dan sedekah. Infak berarti sesuatu yang diberikan oleh
seseorang guna menutupi kebutuhan orang lain, baik berupa uang, makanan,
minuman, dan sebagainya. Mendermakan atau memberi rezeki (karuia) atau
menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan keikhlasan dan karena Allah
Swt. semata.[3]
B.
Pendekatan Tafsir (bira’yi dan bil ma’tsur)
Dalam
metode penafsiran yang digunakan dalam pembahasan makalah kami, yaitu
menggunakan metode penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Quran sebagaimana diketahui
bahwa Al-Qur’an itu sebagian ayatnya merupakan penjelas terhadap sebagai ayat
yang lain. Hanya Allah saja yang Maha Mengetahui apa yang dikehendaki dengan
FirmanNya.
Metode
penafsiran Al-Qur’an dengan Hadist dalam hal ini hadist menjelaskan Al-Qur’an
jika dalam Al-Qur’an itu sendiri tidak terdapat penjelasan karena kedudukan
atau fungsi hadist sebagai penjelas terhadap Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Infak/ pemberian ( sumbangan )
Secara etimologi, Term
infak, kini telah dibahasa Indonesiakan yang berarti; pemberian (sumbangan)
harta dan sebagainya untuk kebaikan.[4] Term
infak tersebut, berasal dari bahasa Arab (infâq/إنفاق).
Akar kata dan tashrif-nya adalah نفق-ينفق-نفقا أو نفاقا و إنفاق yang
berarti sesuatu yang habis.[5]
Dalam Al-Munjid, dikatakan bahwa نفق-نفاق
boleh juga berarti
dua lubang atau berpura-pura dan didalam agama ia dikenal dengan istilah
munâfiq.
Kata infak berasal
dari bahasa Arab. Kata ini merupakan bentuk masdar dari anfaqa,
yanfiqu, infâqan. Secara leksikal, kata ini
berakar kata dari huruf-huruf nun, fa dan qaf yang berarti
terputusnya sesuatu dan hilangnya sesuatu.[6]Selain
itu kata tersebut mempunyai makna habis atau mati. Dikatakan demikian, karena
sesuatu yang diinfakkan (didermakan atau dikeluarkan) kepada orang lain akan
habis atau hilang dengan terputus dari kepemilikannya. Atau dengan kata lain,
sesuatu tersebut pindah ke tangan orang lain atau menjadi milik
orang lain.
Kata
infak ini, merupakan suatu istilah yang telah tersosialisasi dalam masyarakat
Indonesia yang sering diartikan dengan pemberian
sumbangan harta dan sedekah. Infak berarti sesuatu yang diberikan oleh
seseorang guna menutupi kebutuhan orang lain, baik berupa uang, makanan,
minuman, dan sebagainya. Mendermakan atau memberi rezeki (karuia) atau
menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan keikhlasan dan karena Allah
Swt. Semata.
Menurut Ibn Fâris ibn Zakariyah, term infâq secara
etimologi mempunyai dua makna pokok. Yakni, (1) terputusnya sesuatu atau
hilangnya sesuatu, (2) tersembunyinya sesuatu atau samarnya sesuatu.Karena
demikian halnya, maka makna yang relevan dengan pengertian infâq di sini adalah
makna yang pertama di atas.Sedangkan makna yang kedua lebih relevan
dipergunakan untuk pengertian munâfiq. Alasan penulis untuk pemaknaan pertama adalah;
seseorang yang menafkahkan hartanya secara lahiriyah, akan hilang hartanya di
sisinya dan tidak ada lagi hubungan antara harta dengan pemiliknya. Adapun
makna kedua adalah; seorang munâfiq senantiasa menyembunyikan kekufurannya dan
atau tidak ingin menampakkan keingkarannya terhadap Islam.
Dari
penjelasan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa infak menurut pengertian
etimologi adalah pemberian harta benda kepada orang lain yang akan habis atas
hilang dan terputus dari pemilikan orang yang memberi. Dengan ungkapan lain,
sesuatu yang beralih ke tangan orang lain atau akan menjadi milik orang lain.S edangkan secara terminologi infak memiliki
beberapa batasan, sebagai berikut :
- Infak adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan / penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.[7]
- Infak berarti mengeluarkan sebagian harta untuk kepentingan ke-manusiaan sesuai dengan ajaran Islam.[8]
- Mohammad Daud Ali menyatakan bahwa infak adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan setiap orang, setiap kali ia memperoleh rezeki, sebanyak yang dikehendakinya sendiri.[9]
2. Ayat Al-Qur’an , Terjemah dan Mufrodat
ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZã óOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y @Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ïè»Òã `yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur íOÎ=tæ ÇËÏÊÈ
261. “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[10] adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia
kehendaki.dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Perumpamaaan orang-orang yang menginfakkan harta
karena dorongan mendapatkan ridha Allah dan balasan yang baikdari-Nya, seperti
orang yang menanam satu biji ditanah yang sangat subur. Lalu, benih tersebut
akan membuahkan tujuh bulir (tangkai), yang setiap bulir akan menumbuhkan
seratuis bebijian. Hal ini seperti dapat kita saksikan dalam tetumbuhan yang
berbiji, seperti jagung, gandum,padi, dan lain sebagainya
Mufrodat
ã@sW¨B
(perumpamaan)
tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZã óOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$#
(orang-orang
yang membelanjakan harta mereka dijalan Allah)
È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y @Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym
(adalah
seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh buah tangkai, pada masing-masing
tangkai seratus biji).
3 ª!$#ur ß#Ïè»Òã
(Dan Allah melipat-gandakan)
`yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur
(Bagi
siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas)
íOÎ=tæ
(lagi Maha Mengetahui )
3.
Asbabun Nuzul
Qs. Al-Baqarah Ayat 261-267 turun berkenaan dengan datangnya
Utsmân bin ‘Affân dan Abdurrahman bin ‘Auf, kepada Nabi saw. membawa dirham
untuk dinafkahkannya kepada pejuang yang terlibat dalam perang Tabuk.[11] Abdurrahman bin ‘Auf membawa 4.000 dirham dan
berkata ke-pada Nabi saw.; aku memiliki 8.000 dirham lalu seperduanya ini aku
per-sembahkan kepada Allah. Sedangkan Utsmân bin Affân membawa 1.000 unta.
Sikap kedermawanan kedua sahabat tersebut disambut baik oleh Nabi saw. lalu
turunlah ayat الذين ينفقون اموالهم في سبيل الله… dan se-terusnya.
Pada
ayat 261, Allah swt.menginformasikan bahwa nafkah yang diinfakkan di jalan-Nya
akan dibalas dengan imbalan pahala yang berlipat ganda bagaikan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh butir dan terus ber-kembang dan berlimpa ruah.
Pada
ayat 262-264, dijelaskanlah bahwa untuk mendapatkan pahala yang berlipat ganda
itu, hendaklah dalam berinfak tidak sertai dengan riya’.
Pada
ayat 265-266, kembali dijelaskan bahwa bagi mereka yang telah berinfak akan
mendapatkan keridhaan dan baginya masih diberikan pahala yang lebih banyak jika
dibandingkan pahala yang telah diperoleh-nya sebagaimana dalam ayat 261 di
atas.
Ayat
267, turun berkenaan adanya ketentuan Nabi saw. tentang jumlah zakat fitrah
yang wajib dikeluarkan. Dalam situasi demikian, datanglah seorang sahabat
membawa zakatnya berupa buah tamar yang sudah usang, lalu turunlah ayat ياايها الذين آمنوا انفقوا من طيبات ما كسبتم……[12]
Pada
ayat 267, merupakan penjelasan tentang wujud dan ciri khas harta benda yang
layak untuk dizakatkan dan diinfakkan.
4. Ayat yang semakna
Qs. Al Baqarah ayat 267
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
“Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu.dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Qs. Al-Furqon : 67
tûïÏ%©!$#ur !#sÎ) (#qà)xÿRr& öNs9 (#qèùÌó¡ç öNs9ur (#rçäIø)t tb%2ur ú÷üt/ Ï9ºs $YB#uqs%
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan
itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
5. Hadits yang semakna menguatkan
Artinya :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Allah berfirman : "Wahai anak Adam belanjakanlah, maka Aku akan memberi belanja kepadamu". (Hadits ditakhrij olah Bukhari).
Artinya :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : "Belanjakanlah maka Aku memberi belanja kepadamu". Beliau bersabda : "Tangan Allah itu penuh, tidak terkurangi oleh nafkah, terus memberi siang dan malam". Beliau bersabda : "Tahukah kaliari sesuatu yang sudah di nafkahkanNya sejak Dia menciptakan langit dan bumi, sesungguhnya apa yang di tanganNya tidaklah berkurang, pada waktu itu singgasanaNya di atas air dan ditanganNya memegang timbangan (mizan)". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Artinya :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sampai kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: "Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman : "Wahai anak Adam, berikanlah nafkah maka Aku beri nafkah atasmu". Beliau bersabda : "Tangan Kanan Allah itu penuh, banyak memberi di siang dan malam hari, dan tidak kurang sedikit pun karenanya". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Ibnu Majah mengeluarkan sebuah hadits dari Ali dan abu
Darda’, yang menceritakan tentang Rasulullah saw. Yang mengatakan, “Siapa
saja yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian tinggal di rumahnya,
maka setiap dirham yang ia infakkan menjadi tujuh ratus dirham (pahalanya).Dan
siapa saja yang ikut berperang di jalan Allah, kemudian menginfakkan hartanya
untuk itu, maka bagi setiap dirham akan menjadi tujuh ratus kali dirham di hari
kiamat esok”.[13]
6. Kandungan Ayat Menurut Mufasir
- Tafsir Al-Maraghi
ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZã óOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y @Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ïè»Òã `yJÏ9 âä!$t±o
Ayat di atas
menjelaskan mengenai keutamaan infaq di jalan Allah. Allah SWT juga menegaskan
bahwa amal kebaikan itu pahalanya akan dilipat gandakan oleh Allah menjadi
tujuh ratus kali lipat. Selanjutnya
Allah menjelaskan bahwa mengungkit-ungkit dan menyakiti orang yang telah
menerima sedekahnya dapat membatalkan sedekahnya serta menghilangkan
pahalanya.Hal ini sama saja dengan riya’.
ª!$#ur ììźur íOÎ=tæ
Sesungguhnya
Allah SWT memiliki kemurahan yang tak terbatas dan pemberiannya tidak bisa
dibatasi, dan Allah Maha Mengetahui untuk siapa pahala yang dilipatgandakan
ini, yaitu ditujukan kepada orang-orang yang menginfaqkan hartanya di jalan
Allah untuk meninggikan kalimat Allah dan mendidik umat dengan didikan akhlaq
agama dan keutamaan yang bisa membawa manusia kepada kebahagiaan, baik di dunia
ataupun kelak jika mereka kembali ke akhirat.
Apabila pengaruh infaq
ini telah membekas, hingga agamanya menjadi kuat di antara mereka dan seluruh
umat dapat merasakan kebahagiaan, berarti mereka semua telah merasakan hasil
yang membawa kebaikan yang melimpah kepada mereka.
Kini marilah kita lihat
dan mencontoh bangsa-bangsa yang telah kuat, setiap individu tampak bersemangat
mengeluarkan infaq dan shodaqoh dalam upaya meningkatkan martabat bangsa dengan
cara menyiarkan ilmu pengetahuan, disamping mendirikan berbagai macam yayasan
kebajikan untuk kemaslahatan umat.[14]
-
Tafsir Ibnu Al-Katsir
Ini perumpamaan yang
diberikan Allah menyangkut pelipatgandaan pahala bagi orang yang berinfak di
jalan Allah untuk mencari keridhaan-Nya; bahwa kebaikan itu dilipatgandakan
mulai dari sepuluh kali hingga 700 kali lipat.Maka Allah berfirman,
“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah” yakni dalam
rangka ketaatan kepada Allah, seperti berinfak untuk jihad, misalnya untuk
pengadaan kavaleri, perlengkapan senjata dan semacamnya.Dari Ibnu Abbas
dikatakan, “Dirham yang diinfakkan dalam jihad dan haji akan dilipatgandakan
hingga 700 kali lipat.”Oleh karena itu, Allah berfirman, “Adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus
biji.” Perumpamaan lebih menarik daripada hanya dengan menyebutkan 700 kali
lipat, karena perumpamaan itu mengandung isyarat bahwa pahala amal saleh itu
dikembangkan oleh Allah Azza wa Jalla bagi pelakunya, seperti berkembangbiaknya
biji tanam di tanah yang subur. Sunnah juga menyebutkan ihwal pelipatgandaan
kebaikan hingga 700 kali.[15]
-
Tafsir Jalalain
ã@sW¨B (perumpamaan) atau sifat dari tûïÏ%©!$# (orang-orang yang )
membelanjakan harta mereka dijalan
Allah) artinya dalam menaati-NyaÈ tbqà)ÏÿZã óOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$#
È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y @Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym
(adalah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan tujuh buah tangkai, pada masing-masing tangkai seratus biji).
Demikianlah pula halnya nafkah yang mereka keluarkan itu menjadi 700 kali
lipat.
3 ª!$#ur ß#Ïè»Òã
(Dan
Allah melipat-gandakan)lebih banyak dari itu lagi)
`yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur
(Bagi siapa yang dikehendaki-Nya,
dan Allah Maha Luas) karunia-Nya
íOÎ=tæ
(lagi Maha
Mengetahui ) siapa-siapa yang seharusnya beroleh ganjaran yang berlipat ganda
itu.[16]
7. Kandungan Ayat dalam
Perspektif Ekonomi
Kandungan dalam Qs. Al
Baqarah ayat 261 menjelaskan tentang perumpamaan yang disebutkan oleh Allah
tentang keutamaan menginfakkan hartanya (bagi mereka yang berpunya) di jalan
Allah maka akan dilipatgandakan pahala pada mereka yang ikhlas melaksanakannya.
pada saat berinfak janganlah diiringi dengan menyebut-nyebut pemberian tersebut
yang akan menyakiti hati si penerima. Bahkan jika tidak ingin atau belum bisa
berinfak, maka perkataan yang baik dan pemberian maaf itu lebih baik daripada
memberi namun menyakiti hati si penerima. Dan terakhir disebutkan bahwa
pemberian dengan menyebut-nyebut apa yang diberikan tersebut adalah sia-sia
belaka, tidak ada pahala dan kebaikan apapun yang diperoleh si pemberi jika ia
melakukan hal itu.
Dalam kehidupan
sehari-hari, banyak contoh nyata tentang keengganan bagi mereka yang berpunya
untuk menafkahkan hartanya di jalan Allah dalam hal ini baik dalam bentuk
infak, sedekah, ataupun zakat. Mereka
merasa sayang untuk mengeluarkan harta tersebut karena takut akan mengurangi
jumlah harta yang mereka miliki. Kalaupun mereka ingin bersedekah, mereka ingin
banyak orang tahu tentang perilaku sedekahnya itu.Bahkan ada yang ingin
mengabadikan momen bersedekahnya itu baik dengan foto ataupun video.Bahkan ada
yang lucu dan konyol, yaitu ada yang ingin bersedekah atau berinfak untuk
pembangunan masjid misalnya, tetapi sedekahnya itu dalam rangka untuk mencari
simpati masyarakat dalam kaitannya dengan pencalonan dirinya sebagai kepala
atau wakil kepala daerah misalnya. Dan jika setelah masa pemilihan dia gagal,
mereka mengambil kembali barang-barang yang telah diinfakkan tadi.Hal itu
terbukti bahwa tujuan atas infak yang di keluarkannya tersebut bukanlah untuk
kebaikan di jalan Allah, namun hanya untuk kepentinganSpribadinya.
Kadangkala apa yang kita keluarkan dengan tujuan infak akan menjadi sia-sia belaka karena perilaku kita sendiri. Padahal jika kita benar-benar memahami dan menerapkan apa yang telah diterangkan Allah dalam ayatnya tersebut, maka kesia-siaan tersebut dapat dihindari dan kita termasuk orang-orang yang beruntung. Namun di tengah kompetisi dalam memenuhi kebutuhan hidup yang semakin sulit, manusia terkadang lupa akan hakikat dari infak yang seharusnya dikeluarkannya. Ada yang mungkin terpaksa karena sistem yang telah mengikat mereka, misalnya jika mereka seorang pegawai baik swasta atupun negeri, maka secara otomatis gaji di tiap bulannya akan dipotong untuk dana ZIS, ada yang menganggap bahwa jika dia sudah keluarkan pajak, maka tidak wajib baginya untuk infak artinya dia beranggapan bahwa pajak adalah pengganti infak, ada yang bahkan sama sekali tidak pernah berinfak kecuali jika saat di jalan ia bertemu dengan peminta-minta yang tidak bisa dia hindari, bahkan saat memberi dia akan mencari uang receh yang paling kecil nominalnya, namun di antara mereka itu juga tidak sedikit mereka yang dengan secara sadar mengeluarkan infak atas tiap penghasilan yang mereka terima dan itu adalah yang paling baik di antara contoh-contoh sebelumnya
Kadangkala apa yang kita keluarkan dengan tujuan infak akan menjadi sia-sia belaka karena perilaku kita sendiri. Padahal jika kita benar-benar memahami dan menerapkan apa yang telah diterangkan Allah dalam ayatnya tersebut, maka kesia-siaan tersebut dapat dihindari dan kita termasuk orang-orang yang beruntung. Namun di tengah kompetisi dalam memenuhi kebutuhan hidup yang semakin sulit, manusia terkadang lupa akan hakikat dari infak yang seharusnya dikeluarkannya. Ada yang mungkin terpaksa karena sistem yang telah mengikat mereka, misalnya jika mereka seorang pegawai baik swasta atupun negeri, maka secara otomatis gaji di tiap bulannya akan dipotong untuk dana ZIS, ada yang menganggap bahwa jika dia sudah keluarkan pajak, maka tidak wajib baginya untuk infak artinya dia beranggapan bahwa pajak adalah pengganti infak, ada yang bahkan sama sekali tidak pernah berinfak kecuali jika saat di jalan ia bertemu dengan peminta-minta yang tidak bisa dia hindari, bahkan saat memberi dia akan mencari uang receh yang paling kecil nominalnya, namun di antara mereka itu juga tidak sedikit mereka yang dengan secara sadar mengeluarkan infak atas tiap penghasilan yang mereka terima dan itu adalah yang paling baik di antara contoh-contoh sebelumnya
BAB III
KESIMPULAN
Ini merupakan anjuran yang agung dari Allah untuk
hamba-hambaNya untuk menafkahkan harta di jalan-Nya; yaitu jalan yang menyampaikannya kepada-Nya.Termasuk
dalam hal ini adalah menafkahkan hartanya dalam meningkatkan ilmu yang
bermanfaat, dalam mengadakan persiapan berjihad di jalan-Nya, dalam
mempersiapkan para tentara maupun membekali mereka, dan dalam segala macam
kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kaum muslimin. Kemudian disusul
berinfak kepada orang-orang yang membutuhkan, fakir miskin, dan kemungkinan
saja dua cara itu dapat disatukan hingga menjadi nafkah untuk menolong
orang-orang yang membutuhkan dan sekaligus bakti sosial dan ketaatan.
Dalam menginfakkan hartanya, nafkah-nafkahnya seperti ini akan dilipat gandakan. Kelipatannya diumpamakan dengan tujuh ratus kali lipat hingga berlipat ganda banyaknya lagi dari itu. Karena itu Allah berfirman, (وَاللهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَآءُ ) “Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki”. Itu tentunya sesuai dengan apa yang ada dalam hati orang yang berinfak tersebut dari keimanan dan keikhlasan yang tulus, dan juga sesuai dengan kebaikan dan manfaat yang dihasilkan dari infaknya tersebut, karena beberapa jalan kebajikan dengan berinfak padanya akan mengakibatkan manfaat-manfaat yang terus menerus dan kemas-lahatan yang bermacam-macam, maka balasan itu tentunya sesuai dengan jenis perbuatannya.
Dari pembahasan diatas bahwa dengan
melakukan amal kebaikan yang berniatkan hanya untuk mendapat ridha Allah akan di
lipatganakan pula pahalanya. Jadi kita senantiasa agar selalu berbuat kebaikan
dengan hati yang ikhlas dan berharap agar mendapat ridha Allah atas amal perbuatan yang kita
lakukan. Dan juga kita berharap rezeki yang telah Allah berikan kepada kita menjadi berkah.
DAFTAR PUSTAKA
Almahali Syaikh Jalaludin, 1993, Tafsir
Jalalain, Surabaya: Darul Ihya
Al-Mahally Imam Jalaludin & As-Suyuti Imam Jalaludin,
1990, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru
Al-Maraghi
Ahmad Musthafa, 1986, Terjemah Tafsir Al-Maraghi jilid.3, Semarang:
CV.Toha Putra Semarang
AR.
Rifa’I Muhammad Nasib, 1999, “Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir” jilid 1, Jakarta: Gema Insani Press
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989)
Hafidhuddin Didin, Panduan Praktis Tentang
Zakat, Infak dan Sedekah (Cet.I; Jakarta: Gema Insani Press, 1998)
Husain Abû Ali bin Ahmad al-Wahidiy al-Naysabûriy, Asbâb
al-Nuzûl, Maktabah al-Halabiy
Poerwadarminta W.J.S., Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Cet.II; Jakarta: Balai Pustaka, 1989)
Yunus Mahmud,
Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992)
[1]Lihat QS. al-Baqarah (2): 2
[2]Ibn Fâris Abû al-Husayn Ahmad bin
Zakariyah, Mu’jam al-Maqâyis al-Lughah, juz I (Cet.I; Beirut: Dâr al-Jail,
1991), h. 454.
[3]http://www.artikelbagus.com/2011/04/pengertian
-infak-dalam-alquran-suatu-kajian-tafsir-tematik.html#ixzz2fJTv0b6G diunduh pada tanggal 19/09/2013 pukul 13.10
[4]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet.II;
Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 330.
[5]Mahmud
Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), h. 463.
[6]Ibn Fâris Abû al-Husayn Ahmad bin Zakariyah,
Mu’jam al-Maqâyis al-Lughah, juz I (Cet.I; Beirut: Dâr al-Jail, 1991), h. 454.
[7]Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak dan
Sedekah (Cet.I; Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hal. 14-15
[8]Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam
Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h.422
[9]Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam; Zakat dan Wakaf
(Cet.I; Jakarta: UI-Press, 1988), h. 23
[10]pengertian
menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad,
pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
[11]Perang Tabuk terjadi pada tahun 631 M.
Terjadinya perang ini sebagai jawaban Nabi saw. atas serangan Heraclius yang
terjadi di antara Madinah dan Damaskus. Ketika itu, Nabi saw. mengangkat Ali
bin Abû Thâlib sebagai panglima perang yang memimpin pasukan + 30.000 orang
sahabat dan mereka berhasil mengalahkan lawan yang jumlah jauh lebih banyak
dari pasukan Islam. Uraian lebih lanjut, lihat Syed Mahmudunnasir, Islam; Its
Concepts and History diterjemahkan oleh Adang Efendi dengan judul Islam;
Konsepsi dan Sejarahnya (Cet. IV; Bandung: Rosdakarya, 1994), 145-146.
[13] http://hadits-qudsi.blogspot.com/2010/01/infaq-dan-keutamaannya.html
diunduh pada tanggal 30/09/13 pukul 16.26
[14]
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, 1986, Terjemah Tafsir Al-Maraghi jilid.3,
Semarang: CV.Toha Putra Semarang, hal.52-54
[15]Muhammad Nasib AR. Rifa’I, 1999, “Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir” jilid 1, Jakarta: Gema Insani Press, hal. 437
[16] Imam Jalaludin Al-Mahally & Imam
Jalaludin As-Suyuti, 1990, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru, hal.150