Senin, 13 Januari 2014

Makalah Tafsir Ayat Ekonomi




MAKALAH
Sumbangan/ infak  Dalam QS. Al-Baqarah ayat 261
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
 Mata Kuliah Tafsir Ayat Ekonomi
DosenPengampu : Eef Saefulloh M.Ag

Disusun Oleh:

1. Amaliyanah
2. Atika Sari
3. Dedi Junaedi

Kelompok 9
MEPI II/SMT 3
Fakultas Syari’ah
Muamalah Ekonomi Perbankan Islam
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
JalanPerjuanganBy Pass Sunyaragi Cirebon - Jawa Barat 45132

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Urgensi materi
Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang merupakan firman-firman Allah (kalam Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Di antara tujuan utama diturunkannya adalah untuk menjadi pedoman dalam menata kehidupan mereka agar memperoleh ke-bahagiaan di dunia dan di akhirat.
Guna terwujudnya maksud itu, Al-Quran memuat berbagai petunjuk, keterangan, uraian, prinsip, hukum, nilai, perumpamaan dan konsep.Hal itu, terkadang di ungkapkannya dalam bentuk global atau detail, tersurat dan tersirat. Selain itu, Al-Quran sendiri menamakan dirinya sebagai hudan (petunjuk)[1] bagi manusia pada umumnya dan bagi orang bertakwa pada khususnya. Dalam upaya menggali dan memahami petunjuk tersebut diperlukan upaya maksimal sehingga kita dapat menyingkap makna-makna yang dikandungnya.
Salah satu konsep penting yang perlu mendapat perhatian serius dewasa ini sehubungan dengan krisis yang menerpa bangsa Indonesia di segala lini kehidupan,  termasuk masalah ekonomi adalah masalah membelanjakan harta dengan tujuan mendapat ridha Allah atau dengan kata lain memberikan harta tanpa konpensasi apapun yang ada dalam bahasa Al-Quran dinamakan infak (إنفاق)
Lewat kitab suci Al-Quran Allah swt .memerintahkan hamba-hambanya supaya senantiasa peduli terhadap sesamanya. Bentuk kepedulian ini dapat diwujudkan dengan melakukan infak dengan membelanjakan sebagian harta yang dilimpahkan-Nya kepada para fakir, miskin, orang-orang yang sangat memerlukannya dan untuk kebaikan dan kemanfaatan orang banyak.
Infak atau belanja yang dikeluarkan seorang hamba dengan tujuan mencari ridha Allah swt.semata pasti akan memperoleh balasan yang berlipat ganda.  Allah swt.akan membalasnya dengan caranya sendiri, baik disadari oleh hambanya itu, ataukah dengan tidak disadarinya.  Semua ini menunjukkan bahwa rezeki yang dibelanjakan  di jalan  Allah akan dikembalikan, bahkan digantikan olehnya dengan yang lebih baik dan berlipat ganda. Dalam menafkahkan sebagian rezeki yang telah dianugrahkan oleh Allah swt.kepada hamba-hambaNya hendaklah memilih yang baik-baik dan bermanfaat.
Seperti diketahui, persoalan infak memang dibahas secara sistematis dalam kitab-kitab Fiqh Islam, namun Al-Quran sendiri mempunyai perhatian khusus terhadap masalah ini, yang dijelaskan dalam sejumlah ayat-ayatnya sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia, sudah tentu penjelasan Alquran tentang infak harus dipahami dan selanjutnya diamalkan guna mencapai tingkat dan kualitas manusia yang mendapat ridha Allah SWT.
Untuk maksud tersebut di atas, kajian tafsir Al-Quran mutlak dibutuhkan, sehingga maksud Allah swt.yang terdapat di dalam perintah infak yang telah ditetapkan bagi hamba-hambaNya dapat diketahui.
Di samping itu, hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang dikandung oleh Al-Quran tentang infak akan dapat dipahami secara jelas.  Dengan pemahaman ini, seseorang dapat merasakan bahwa Al-Quran memuat konsep-konsep ajaran yang berhubungan erat dengan sistem politik, sosial dan perilaku moral.
Kata infak berasal dari bahasa Arab. Kata ini merupakan bentuk masdar  dari  anfaqa, yanfiqu, infâqan.  Secara  leksikal,  kata  ini berakar kata dari huruf-huruf nun, fa dan qaf  yang berarti terputusnya sesuatu dan hilangnya sesuatu.[2] Selain itu kata tersebut mempunyai makna habis atau mati. Dikatakan demikian, karena sesuatu yang diinfakkan (didermakan atau dikeluarkan) kepada orang lain akan habis atau hilang dengan terputus dari kepemilikannya. Atau dengan kata lain, sesuatu tersebut pindah ke tangan orang lain atau menjadi milik orang lain. 
Kata infak ini, merupakan suatu istilah yang telah tersosialisasi dalam masyarakat Indonesia yang sering diartikan dengan pemberian sumbangan harta dan sedekah. Infak berarti sesuatu yang diberikan oleh seseorang guna menutupi kebutuhan orang lain, baik berupa uang, makanan, minuman, dan sebagainya.  Mendermakan atau memberi rezeki (karuia) atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan keikhlasan dan karena Allah Swt. semata.[3]


B.     Pendekatan Tafsir (bira’yi dan bil ma’tsur)
            Dalam metode penafsiran yang digunakan dalam pembahasan makalah kami, yaitu menggunakan metode penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Quran sebagaimana diketahui bahwa Al-Qur’an itu sebagian ayatnya merupakan penjelas terhadap sebagai ayat yang lain. Hanya Allah saja yang Maha Mengetahui apa yang dikehendaki dengan FirmanNya.
            Metode penafsiran Al-Qur’an dengan Hadist dalam hal ini hadist menjelaskan Al-Qur’an jika dalam Al-Qur’an itu sendiri tidak terdapat penjelasan karena kedudukan atau fungsi hadist sebagai penjelas terhadap Al-Qur’an.






















BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi  Infak/ pemberian ( sumbangan )
Secara etimologi, Term infak, kini telah dibahasa Indonesiakan yang berarti; pemberian (sumbangan) harta dan sebagainya untuk kebaikan.[4] Term infak tersebut, berasal dari bahasa Arab (infâq/إنفاق). Akar kata dan tashrif-nya adalah نفق-ينفق-نفقا أو نفاقا و إنفاق  yang berarti sesuatu yang habis.[5] Dalam Al-Munjid, dikatakan bahwa نفق-نفاق boleh juga berarti dua lubang atau berpura-pura dan didalam agama ia dikenal dengan istilah munâfiq.
Kata infak berasal dari bahasa Arab. Kata ini merupakan bentuk masdar  dari  anfaqa, yanfiqu, infâqan.  Secara  leksikal,  kata  ini berakar kata dari huruf-huruf nun, fa dan qaf  yang berarti terputusnya sesuatu dan hilangnya sesuatu.[6]Selain itu kata tersebut mempunyai makna habis atau mati. Dikatakan demikian, karena sesuatu yang diinfakkan (didermakan atau dikeluarkan) kepada orang lain akan habis atau hilang dengan terputus dari kepemilikannya. Atau dengan kata lain, sesuatu tersebut pindah ke tangan orang lain atau menjadi milik orang lain. 
Kata infak ini, merupakan suatu istilah yang telah tersosialisasi dalam masyarakat Indonesia yang sering diartikan dengan pemberian sumbangan harta dan sedekah. Infak berarti sesuatu yang diberikan oleh seseorang guna menutupi kebutuhan orang lain, baik berupa uang, makanan, minuman, dan sebagainya.  Mendermakan atau memberi rezeki (karuia) atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan keikhlasan dan karena Allah Swt. Semata.
Menurut Ibn Fâris ibn Zakariyah, term infâq secara etimologi mempunyai dua makna pokok. Yakni, (1) terputusnya sesuatu atau hilangnya sesuatu, (2) tersembunyinya sesuatu atau samarnya sesuatu.Karena demikian halnya, maka makna yang relevan dengan pengertian infâq di sini adalah makna yang pertama di atas.Sedangkan makna yang kedua lebih relevan dipergunakan untuk pengertian munâfiq. Alasan penulis untuk pemaknaan pertama adalah; seseorang yang menafkahkan hartanya secara lahiriyah, akan hilang hartanya di sisinya dan tidak ada lagi hubungan antara harta dengan pemiliknya. Adapun makna kedua adalah; seorang munâfiq senantiasa menyembunyikan kekufurannya dan atau tidak ingin menampakkan keingkarannya terhadap Islam.
Dari penjelasan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa infak menurut pengertian etimologi adalah pemberian harta benda kepada orang lain yang akan habis atas hilang dan terputus dari pemilikan orang yang memberi. Dengan ungkapan lain, sesuatu yang beralih ke tangan orang lain atau akan menjadi milik orang lain.S edangkan secara terminologi infak memiliki beberapa batasan, sebagai berikut :
  • Infak adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan / penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.[7]
  • Infak berarti mengeluarkan sebagian harta untuk kepentingan ke-manusiaan sesuai dengan ajaran Islam.[8]
  • Mohammad Daud Ali menyatakan bahwa infak adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan setiap orang, setiap kali ia memperoleh rezeki, sebanyak yang dikehendakinya sendiri.[9]
2. Ayat Al-Qur’an , Terjemah dan Mufrodat
ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y Ÿ@Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ï軟Òム`yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur íOŠÎ=tæ ÇËÏÊÈ
261.  “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[10] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki.dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Perumpamaaan orang-orang yang menginfakkan harta karena dorongan mendapatkan ridha Allah dan balasan yang baikdari-Nya, seperti orang yang menanam satu biji ditanah yang sangat subur. Lalu, benih tersebut akan membuahkan tujuh bulir (tangkai), yang setiap bulir akan menumbuhkan seratuis bebijian. Hal ini seperti dapat kita saksikan dalam tetumbuhan yang berbiji, seperti jagung, gandum,padi, dan lain sebagainya

Mufrodat
ã@sW¨B
 (perumpamaan)
tûïÏ%©!$#  tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$#
(orang-orang yang membelanjakan harta mereka dijalan Allah)
 È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y Ÿ@Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym
(adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh buah tangkai, pada masing-masing tangkai seratus biji).
 3 ª!$#ur ß#Ï軟Òãƒ
(Dan Allah melipat-gandakan)
 `yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur
(Bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas)


íOŠÎ=tæ
(lagi Maha Mengetahui )

3. Asbabun Nuzul
Qs. Al-Baqarah  Ayat 261-267 turun berkenaan dengan datangnya Utsmân bin ‘Affân dan Abdurrahman bin ‘Auf, kepada Nabi saw. membawa dirham untuk dinafkahkannya kepada pejuang yang terlibat dalam perang Tabuk.[11] Abdurrahman bin ‘Auf membawa 4.000 dirham dan berkata ke-pada Nabi saw.; aku memiliki 8.000 dirham lalu seperduanya ini aku per-sembahkan kepada Allah. Sedangkan Utsmân bin Affân membawa 1.000 unta. Sikap kedermawanan kedua sahabat tersebut disambut baik oleh Nabi saw. lalu turunlah ayat الذين ينفقون اموالهم في سبيل الله…  dan se-terusnya.
Pada ayat 261, Allah swt.menginformasikan bahwa nafkah yang diinfakkan di jalan-Nya akan dibalas dengan imbalan pahala yang berlipat ganda bagaikan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir dan terus ber-kembang dan berlimpa ruah.
Pada ayat 262-264, dijelaskanlah bahwa untuk mendapatkan pahala yang berlipat ganda itu, hendaklah dalam berinfak tidak sertai dengan riya’.
Pada ayat 265-266, kembali dijelaskan bahwa bagi mereka yang telah berinfak akan mendapatkan keridhaan dan baginya masih diberikan pahala yang lebih banyak jika dibandingkan pahala yang telah diperoleh-nya sebagaimana dalam ayat 261 di atas.
Ayat 267, turun berkenaan adanya ketentuan Nabi saw. tentang jumlah zakat fitrah yang wajib dikeluarkan. Dalam situasi demikian, datanglah seorang sahabat membawa zakatnya berupa buah tamar yang sudah usang, lalu turunlah ayat  ياايها الذين آمنوا انفقوا من طيبات ما كسبتم……[12]
Pada ayat 267, merupakan penjelasan tentang wujud dan ciri khas harta benda yang layak untuk dizakatkan dan diinfakkan.


4. Ayat yang semakna
Qs. Al Baqarah ayat 267
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu.dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”


Qs. Al-Furqon : 67
tûïÏ%©!$#ur !#sŒÎ) (#qà)xÿRr& öNs9 (#qèù̍ó¡ç öNs9ur (#rçŽäIø)tƒ tb%Ÿ2ur šú÷üt/ šÏ9ºsŒ $YB#uqs%

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.



5. Hadits yang semakna menguatkan


Artinya :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Allah berfirman : "Wahai anak Adam belanjakanlah, maka Aku akan memberi belanja kepadamu". (Hadits ditakhrij olah Bukhari).



Artinya :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : "Belanjakanlah maka Aku memberi belanja kepadamu".
Beliau bersabda : "Tangan Allah itu penuh, tidak terkurangi oleh nafkah, terus memberi siang dan malam". Beliau bersabda : "Tahukah kaliari sesuatu yang sudah di nafkahkanNya sejak Dia menciptakan langit dan bumi, sesungguhnya apa yang di tanganNya tidaklah berkurang, pada waktu itu singgasanaNya di atas air dan ditanganNya memegang timbangan (mizan)". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).


Artinya :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sampai kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: "Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman : "Wahai anak Adam, berikanlah nafkah maka Aku beri nafkah atasmu". Beliau bersabda : "Tangan Kanan Allah itu penuh, banyak memberi di siang dan malam hari, dan tidak kurang sedikit pun karenanya". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Ibnu Majah mengeluarkan sebuah hadits dari Ali dan abu Darda’, yang menceritakan tentang Rasulullah saw. Yang mengatakan, “Siapa saja yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian tinggal di rumahnya, maka setiap dirham yang ia infakkan menjadi tujuh ratus dirham (pahalanya).Dan siapa saja yang ikut berperang di jalan Allah, kemudian menginfakkan hartanya untuk itu, maka bagi setiap dirham akan menjadi tujuh ratus kali dirham di hari kiamat esok”.[13]









6.  Kandungan Ayat Menurut Mufasir
- Tafsir Al-Maraghi
ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y Ÿ@Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ï軟Òム`yJÏ9 âä!$t±o

Ayat di atas menjelaskan mengenai keutamaan infaq di jalan Allah. Allah SWT juga menegaskan bahwa amal kebaikan itu pahalanya akan dilipat gandakan oleh Allah menjadi tujuh ratus kali lipat. Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa mengungkit-ungkit dan menyakiti orang yang telah menerima sedekahnya dapat membatalkan sedekahnya serta menghilangkan pahalanya.Hal ini sama saja dengan riya’.
 ª!$#ur ììźur íOŠÎ=tæ 
Sesungguhnya Allah SWT memiliki kemurahan yang tak terbatas dan pemberiannya tidak bisa dibatasi, dan Allah Maha Mengetahui untuk siapa pahala yang dilipatgandakan ini, yaitu ditujukan kepada orang-orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah untuk meninggikan kalimat Allah dan mendidik umat dengan didikan akhlaq agama dan keutamaan yang bisa membawa manusia kepada kebahagiaan, baik di dunia ataupun kelak jika mereka kembali ke akhirat.
Apabila pengaruh infaq ini telah membekas, hingga agamanya menjadi kuat di antara mereka dan seluruh umat dapat merasakan kebahagiaan, berarti mereka semua telah merasakan hasil yang membawa kebaikan yang melimpah kepada mereka.
Kini marilah kita lihat dan mencontoh bangsa-bangsa yang telah kuat, setiap individu tampak bersemangat mengeluarkan infaq dan shodaqoh dalam upaya meningkatkan martabat bangsa dengan cara menyiarkan ilmu pengetahuan, disamping mendirikan berbagai macam yayasan kebajikan untuk kemaslahatan umat.[14]

-          Tafsir Ibnu Al-Katsir
Ini perumpamaan yang diberikan Allah menyangkut pelipatgandaan pahala bagi orang yang berinfak di jalan Allah untuk mencari keridhaan-Nya; bahwa kebaikan itu dilipatgandakan mulai dari sepuluh kali hingga 700 kali lipat.Maka Allah berfirman, “Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah” yakni dalam rangka ketaatan kepada Allah, seperti berinfak untuk jihad, misalnya untuk pengadaan kavaleri, perlengkapan senjata dan semacamnya.Dari Ibnu Abbas dikatakan, “Dirham yang diinfakkan dalam jihad dan haji akan dilipatgandakan hingga 700 kali lipat.”Oleh karena itu, Allah berfirman, “Adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji.” Perumpamaan lebih menarik daripada hanya dengan menyebutkan 700 kali lipat, karena perumpamaan itu mengandung isyarat bahwa pahala amal saleh itu dikembangkan oleh Allah Azza wa Jalla bagi pelakunya, seperti berkembangbiaknya biji tanam di tanah yang subur. Sunnah juga menyebutkan ihwal pelipatgandaan kebaikan hingga 700 kali.[15]

-          Tafsir Jalalain
ã@sW¨B (perumpamaan) atau sifat dari tûïÏ%©!$# (orang-orang yang )
membelanjakan harta mereka dijalan Allah) artinya dalam menaati-NyaÈ tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$#

È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y Ÿ@Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym
(adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh buah tangkai, pada masing-masing tangkai seratus biji). Demikianlah pula halnya nafkah yang mereka keluarkan itu menjadi 700 kali lipat.
3    ª!$#ur ß#Ï軟Òãƒ
(Dan Allah melipat-gandakan)lebih banyak dari itu lagi)

 `yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur
(Bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas) karunia-Nya
íOŠÎ=tæ
(lagi Maha Mengetahui ) siapa-siapa yang seharusnya beroleh ganjaran yang berlipat ganda itu.[16]


7. Kandungan Ayat dalam Perspektif Ekonomi

Kandungan dalam Qs. Al Baqarah ayat 261 menjelaskan tentang perumpamaan yang disebutkan oleh Allah tentang keutamaan menginfakkan hartanya (bagi mereka yang berpunya) di jalan Allah maka akan dilipatgandakan pahala pada mereka yang ikhlas melaksanakannya. pada saat berinfak janganlah diiringi dengan menyebut-nyebut pemberian tersebut yang akan menyakiti hati si penerima. Bahkan jika tidak ingin atau belum bisa berinfak, maka perkataan yang baik dan pemberian maaf itu lebih baik daripada memberi namun menyakiti hati si penerima. Dan terakhir disebutkan bahwa pemberian dengan menyebut-nyebut apa yang diberikan tersebut adalah sia-sia belaka, tidak ada pahala dan kebaikan apapun yang diperoleh si pemberi jika ia melakukan hal itu.          
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak contoh nyata tentang keengganan bagi mereka yang berpunya untuk menafkahkan hartanya di jalan Allah dalam hal ini baik dalam bentuk infak, sedekah, ataupun zakat. Mereka merasa sayang untuk mengeluarkan harta tersebut karena takut akan mengurangi jumlah harta yang mereka miliki. Kalaupun mereka ingin bersedekah, mereka ingin banyak orang tahu tentang perilaku sedekahnya itu.Bahkan ada yang ingin mengabadikan momen bersedekahnya itu baik dengan foto ataupun video.Bahkan ada yang lucu dan konyol, yaitu ada yang ingin bersedekah atau berinfak untuk pembangunan masjid misalnya, tetapi sedekahnya itu dalam rangka untuk mencari simpati masyarakat dalam kaitannya dengan pencalonan dirinya sebagai kepala atau wakil kepala daerah misalnya. Dan jika setelah masa pemilihan dia gagal, mereka mengambil kembali barang-barang yang telah diinfakkan tadi.Hal itu terbukti bahwa tujuan atas infak yang di keluarkannya tersebut bukanlah untuk kebaikan di jalan Allah, namun hanya untuk kepentinganSpribadinya.
            Kadangkala apa yang kita keluarkan dengan tujuan infak akan menjadi sia-sia belaka karena perilaku kita sendiri. Padahal jika kita benar-benar memahami dan menerapkan apa yang telah diterangkan Allah dalam ayatnya tersebut, maka kesia-siaan tersebut dapat dihindari dan kita termasuk orang-orang yang beruntung. Namun di tengah kompetisi dalam memenuhi kebutuhan hidup yang semakin sulit, manusia terkadang lupa akan hakikat dari infak yang seharusnya dikeluarkannya. Ada yang mungkin terpaksa karena sistem yang telah mengikat mereka, misalnya jika mereka seorang pegawai baik swasta atupun negeri, maka secara otomatis gaji di tiap bulannya akan dipotong untuk dana ZIS, ada yang menganggap bahwa jika dia sudah keluarkan pajak, maka tidak wajib baginya untuk infak artinya dia beranggapan bahwa pajak adalah pengganti infak, ada yang bahkan sama sekali tidak pernah berinfak kecuali jika saat di jalan ia bertemu dengan peminta-minta yang tidak bisa dia hindari, bahkan saat memberi dia akan mencari uang receh yang paling kecil nominalnya, namun di antara mereka itu juga tidak sedikit mereka yang dengan secara sadar mengeluarkan infak atas tiap penghasilan yang mereka terima dan itu adalah yang paling baik di antara contoh-contoh sebelumnya



BAB III
KESIMPULAN

Ini merupakan anjuran yang agung dari Allah untuk hamba-hambaNya untuk menafkahkan harta  di jalan-Nya; yaitu  jalan yang menyampaikannya kepada-Nya.Termasuk dalam hal ini adalah menafkahkan hartanya dalam meningkatkan ilmu yang bermanfaat, dalam mengadakan persiapan berjihad di jalan-Nya, dalam mempersiapkan para tentara maupun membekali mereka, dan dalam segala macam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kaum muslimin. Kemudian disusul berinfak kepada orang-orang yang membutuhkan, fakir miskin, dan kemungkinan saja dua cara itu dapat disatukan hingga menjadi nafkah untuk menolong orang-orang yang membutuhkan dan sekaligus bakti sosial dan ketaatan.

Dalam menginfakkan hartanya, nafkah-nafkahnya seperti ini akan dilipat gandakan. Kelipatannya diumpamakan dengan tujuh ratus kali lipat hingga berlipat ganda banyaknya lagi dari itu. Karena itu Allah berfirman, (وَاللهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَآءُ ) “Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki”. Itu tentunya sesuai dengan apa yang ada dalam hati orang yang berinfak tersebut dari keimanan dan keikhlasan yang tulus, dan juga sesuai dengan kebaikan dan manfaat yang dihasilkan dari infaknya tersebut, karena beberapa jalan kebajikan dengan berinfak padanya akan mengakibatkan manfaat-manfaat yang terus menerus dan kemas-lahatan yang bermacam-macam, maka balasan itu tentunya sesuai dengan jenis perbuatannya.

Dari pembahasan diatas bahwa dengan melakukan amal kebaikan yang berniatkan hanya untuk mendapat ridha Allah akan di lipatganakan pula pahalanya. Jadi kita senantiasa agar selalu berbuat kebaikan dengan hati yang ikhlas dan berharap agar mendapat ridha Allah atas amal perbuatan yang kita lakukan. Dan juga kita berharap rezeki yang telah Allah berikan kepada kita menjadi berkah.




DAFTAR PUSTAKA

Almahali Syaikh Jalaludin, 1993, Tafsir Jalalain, Surabaya: Darul Ihya
Al-Mahally Imam Jalaludin & As-Suyuti Imam Jalaludin, 1990, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru
Al-Maraghi Ahmad Musthafa, 1986, Terjemah Tafsir Al-Maraghi jilid.3, Semarang: CV.Toha Putra Semarang
AR. Rifa’I Muhammad  Nasib, 1999, “Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” jilid 1, Jakarta: Gema Insani Press
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989)
Hafidhuddin Didin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak dan Sedekah (Cet.I; Jakarta: Gema Insani Press, 1998)
Husain  Abû Ali bin Ahmad al-Wahidiy al-Naysabûriy, Asbâb al-Nuzûl, Maktabah al-Halabiy
Poerwadarminta W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet.II; Jakarta: Balai Pustaka, 1989)
Yunus Mahmud, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992)





[1]Lihat QS. al-Baqarah (2): 2
[2]Ibn Fâris Abû al-Husayn Ahmad bin Zakariyah, Mu’jam al-Maqâyis al-Lughah, juz I (Cet.I; Beirut: Dâr al-Jail, 1991), h. 454.
[4]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet.II; Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 330.
[5]Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), h. 463.
[6]Ibn Fâris Abû al-Husayn Ahmad bin Zakariyah, Mu’jam al-Maqâyis al-Lughah, juz I (Cet.I; Beirut: Dâr al-Jail, 1991), h. 454.
[7]Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak dan Sedekah (Cet.I; Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hal. 14-15
[8]Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h.422
[9]Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam; Zakat dan Wakaf (Cet.I; Jakarta: UI-Press, 1988), h. 23
[10]pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
[11]Perang Tabuk terjadi pada tahun 631 M. Terjadinya perang ini sebagai jawaban Nabi saw. atas serangan Heraclius yang terjadi di antara Madinah dan Damaskus. Ketika itu, Nabi saw. mengangkat Ali bin Abû Thâlib sebagai panglima perang yang memimpin pasukan + 30.000 orang sahabat dan mereka berhasil mengalahkan lawan yang jumlah jauh lebih banyak dari pasukan Islam. Uraian lebih lanjut, lihat Syed Mahmudunnasir, Islam; Its Concepts and History diterjemahkan oleh Adang Efendi dengan judul  Islam; Konsepsi dan Sejarahnya (Cet. IV; Bandung: Rosdakarya, 1994), 145-146.
[12]Abû Husain Ali bin Ahmad al-Wahidiy al-Naysabûriy, Asbâb al-Nuzûl, Maktabah al-Halabiy, hal. 55



[14] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, 1986, Terjemah Tafsir Al-Maraghi jilid.3, Semarang: CV.Toha Putra Semarang, hal.52-54

[15]Muhammad  Nasib AR. Rifa’I, 1999, “Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” jilid 1, Jakarta: Gema Insani Press, hal. 437
[16] Imam Jalaludin Al-Mahally & Imam Jalaludin As-Suyuti, 1990, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru, hal.150